Jumat, 22 Juni 2012

Prospek Investasi Di Indonesia

Sebenarnya ladang uang rupiah, Dollar (duit) nantinya ada dinegara Indonesia kenapa? Tingkat sumber daya Alam Indonesia ternyata menempati Urutan pertama Di Dunia dengan Luas kawasan darat dan lautan yang penuh dengan kekayaan alamnya menyimpan cadangan sumber energi maupun pangan dunia yang sangat berlimpah. Yang mana di tunjang dengan kualitas tanah yang sangat subur serta pengaruh tropis yang mendukung membuaT INVESTASI dibidang apapun di Indonesia sangat mendukung. Namun perlu negara dan rakyat indonesia menyadari bahwa tingkat pencemaran polusi sangat perlu di antisipasi kedepannya dikarenakan sangat mempengaruhi kestabilan dan keseimbangan Kekuatan atau energi alam di indonesia, apabila ini tidak cepat di antisipasi maka tingkat bencana alam dan kualitas kesuburan tanah di indonesia akan hancur, Yang otomatis mengakibatkan akan berkurangnya nilai tambah akan prospek Investasi di Indonesia.
Sebagai pemegang kuasa pengelolaan keuangan Negara, Menteri Keuangan Republik Indonesia tentu merasa prihatin melihat kenyataan betapa masih rendahnya serapan anggaran oleh kementerian/lembaga. Itu terlihat dari data hingga kuartal pertama tahun ini. Pemerintah sudah mengakui realisasi penyerapan belanja kementerian/lembaga kuartal I-2012 masih di bawah target, kendati sudah membaik dibanding periode yang sama tahun lalu.Menurut Armida S.Alisjahbana, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, belum maksimalnya penyerapan anggaran kuartal I -2012 lebih disebabkan perencanaan anggaran yang baru saja dimulai.
Pemerintah pada awal tahun ini telah melakukan beberapa upaya meningkatkan penyerapan anggaran diantaranya melakukan  lelang lebih awal seperti disebutkan dalam Peraturan Presiden 54 tahun 2011. Maklum, terkait belanja kementerian/lembaga atau khususnya belanja modal, memang harus dilakukan melalui lelang. Jadi, kalau serapan anggaran di bawah 7%, hal itu disebabkan banyak proyek masih dalam tahap persiapan lelang. Setelah selesai lelang, baru dieksekusi. Apalagi pelaksanaan belanja modal juga ada termin-terminnya sehingga serapan menjadi rendah.
Selain itu, rendahnya penyerapan anggaran juga disebabkan belum terealisasinya anggaran infrastruktur karena masalah pengadaan lahan dan adanya revisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2012 sehingga ada perubahan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran).  Itulah penyebab serapan anggaran masih rendah.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja kementerian/lembaga pada kuartal I-2012 masih jauh di bawah target.  Pada Januari , target belanja kementerian/lembaga sebesar 3,42%, namun realisasinya hanya 2,24%. Lalu pada Februari targetnya 7,72%, namun realisasinya hanya 4,99%. Dan pada Maret 2012 targetnya sebesar 24,57%, namun realisasinya hanya mencapai11,08%.
Realisasi belanja kementerian/lembaga non Badan Usaha Negara per 30 Maret 2012 hanya 11,08% dari total pagu Rp 511,5 triliun. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar7,55% dari pagu anggaran. Kemudian, realisasi belanja pegawai tercatat 19,62% dari pagu Rp 129,2 triliun, naik  dibandingkan periode yang sama 2011 yang sebesar 18,21%. Sedangkan, belanja barang realisasinya sebesar 7,38% dari pagu anggaran yang sebesar Rp167,4 triliun.
Sementara itu, realisasi yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi kuartal I-2-12 seperti belanja modal baru mencapai 6,71% dari pagu anggaran Rp 152,3 triliun, kendati lebih tinggi dari realisasi periode yang sama tahun lalu yang hanya3,45%. Dengan demikian, hingga akhir Maret realisasi pengeluaran mencapai 17%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 16% dan realisasi belanja modal naik menjadi sekitar 7%-8% dari tahun lalu sekitar3%-4%.
Dengan APBN Perubahan 2012 diharapkan akan ada penghematan belanja kementerian/lembaga Rp 18,9 triliun karena ada penyesuaian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Pemerintah tentu tidak tinggal diam dan mengeluh atas kondisi tidak optimalnya serapan anggaran. Oleh karena itu, tepat langkah pemerintah yang mulai tahun ini akan melaksanakan rencana penyerapan anggaran berbentuk kurva ‘S’, yaitu penyerapan kuartal I yang masih rendah karena dalam tahap persiapan, pada kuartal II dan III bakal digenjot, yang kemudian melambat di kuartal IV.
Pada kuartal I, anggaran pemerintah yang dipastikan akan terserap adalah anggaran belanja pegawai untuk keperluan gaji pegawai, sedangkan untuk anggaran belanja modal dan belanja barang dipastikan tetap rendah. Untuk mencapai target penyerapan sesuai kurva ‘S’, pemerintah melakukan pemantauan dan perbaikan berbagai masalah khususnya terkait Undang-Undang Pengadaan Tanah dan revisi Peraturan Presiden Nomor54 tahun2011.
Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2012 dipastikan tidak memberikan dukungan yang baik terhadap perbaikan ekonomi beberapa kuartal ke depan.  Hasil perubahan APBN 2012 ini mendorong perbaikan kondisi ekonomi khususnya kuartal II tahun ini, terlebih posturnya lebih banyak subsidi dibandingkan anggaran infrastruktur. Sebagai informasi, Ketua Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) Kuntoro Mangkusubroto menyatakan, penyerapan belanja modal pada triwulan I-2012 semakin membaik. Sebab, per 30 Maret 2012 realisasinya sudah mencapai 6,71% atau naik hampir dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 3,45% Bila merujuk pada anggaran belanja modal dalam APBN 2012 yang ditetapkan sebesar Rp152 triliun, maka penyerapan belanja modal hingga 30 Maret lalu sekitar Rp10,19 triliun.
 Adapun beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) yang mampu melakukan penyerapan belanja modal dengan sangat baik, antara lain, Kementerian Riset dan Teknologi (22,86%, sebelumnya tahun 2011 sebesar 0,08%), Kementerian Pertanian (6,89%, sebelumnya tahun 2011 sebesar 1,88%), Kementerian Koperasi dan UKM (7,39%, sebelumnya tahun 2011 sebesar 0,04%), serta Badan Pusat Statistik (21,93%, sebelumnya tahun2011 hanya2,72%). Jadi pemerintah tetap harus bekerja ekstra keras untuk mendorong serapan anggaran. Sebab, jika melihat realisasi penyerapan anggaran pada kuartal I tahun ini yang masih di bawah 15%, maka pesimistis penyerapan anggaran tahun 2012 akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Alasannya, realisasi ini menggambarkan pola yang sama seperti yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya yang realisasinya tidak baik.
Pemerintah harus berani mengubah pola penyerapan anggaran tidak lagi dengan kurva “S”, karena pola seperti ini mencerminkan pengelolaan anggaran yang tidak sehat. Lebih baik serapan anggaran dibuat merata sepanjang tahun di mana secara proporsional diserap sebesar 25% per kuartalannya. Untuk mendukung pola serapan yang berubah secara radikal itu, pemerintah harus berani membuat terobosan terutama dalam mekanisme tender atau lelang pekerjaan proyek skala besar. Simplikasi mekanisme lelang mungkin harus dilakukan tanpa harus mengabaikan prinsip tata kelola anggaran yang baik, tertib, efektif dan efisien sesuai dengan spirit Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Serapan anggaran seyogyanya juga memberikan dampak positif bagi perbaikan daya saing Indonesia. Dalam hal ini anggaran untuk pembangunan infrastruktur mustinya diperbesar dan serapannya juga harus lebih optimal. Sebagai catatan, pada akhir 1990-an, peringkat daya saing infrastruktur Indonesia berada di atas negara Cina dan Thailand. Akan tetapi, kondisi saat ini daya saing infrastruktur Indonesia berada di bawah dua negara tersebut, bahkan kalah jauh dibanding dengan Malaysia dan Singapura.
 Kalangan pelaku usaha menilai selama beberapa tahun terakhir pemerintah mengabaikan pembangunan infrastruktur. Akibatnya, daya saing Indonesia juga mengalami penurunan. Buktinya, terjadi kemacetan di mana-mana, kondisi pelabuhan dan bandara yang buruk dan kurangnya pasokan listrik. Dampaknya investasi berkurang, harga barang lebih mahal, biaya produksi naik dan daya saing berkurang. Orang lantas berpikir praktis, lebih baik impor barang daripada produksi sendiri. Berdasar data Kementerian PPN/Bappenas, pada 2011 lalu daya saing infrastruktur Indonesia mengalami stagnasi. Peringkat daya saing infrastruktur pada tahun tersebut sama seperti tahun sebelumnya di posisi 82.  Posisi itu hanya naik 2 peringkat dibandingkan dengan posisi tahun 2009 yang berada di angka84.
Sedangkan pada tahun 2011, daya saing infrastruktur negara-negara berkembang lain berada jauh di atas Indonesia, seperti Cina (69), Thailand (47), Malaysia (23), dan Singapura (2). Indonesia hanya lebih baik ketimbang Filipina (113) dan Vietnam (123) untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut perhitungan Bappenas, kebutuhan pembiayaan infrastruktur minimum 5% dari produk domestik bruto (PDB) saja mencapai Rp 1.924 triliun tahun 2010-2014. Level 5% dari PDB ini pernah dicapai sebelum krisis moneter mendera Indonesia tahun 1997. Namun, kini pemerintah hanya mampu menyediakan dana Rp 560 triliun dari jumlah tersebut, sudah termasuk Dana Alokasi Khusus(DAK).
Potensi pendanaan infrastruktur dari APBN pun tidak bisa melebihi 25%, atau hanya sekitar 1% dari PDB. Sementara India mampu mendanai infrastruktur sebanyak 7- 8% dari PDB dan Tiongkok 9-10%. Berdasarkan program pembangunan enam koridor ekonomi dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pada periode yang sama, dana yang dibutuhkan untuk infrastruktur diperkirakan Rp 1.786 triliun. Sebanyak Rp 681 triliun dibutuhkan untuk infrastruktur penyediaan listrik dan energi, Rp 339 triliun jalan raya, Rp 326 triliun jaringan rel kereta api, dan Rp 242 triliun untuk Information Communication and Technology (ICT). Oleh karena itu dibutuhkan sumber pendanaan lain dari BUMN, swasta, dan pembiayaan daerah melalui APBD, yang diperkirakan hanya terkumpul Rp1.041 triliun. Jadi, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah RI minimal 7% pada akhir 2014, masih butuh pembiayaan dari sumber lain.
Kedepan mustinya serapan anggaran dipercepat, terutama untuk infrastruktur. Apalagi pemerintah optimistis investor akan lebih banyak berinvestasi menyusul hadirnya Undang-Undang (UU) Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Investor juga meyakini prospek investasi di Indonesia semakin baik setelah diperolehnya peringkat investment grade. Terkait UU Pengadaan Tanah yang sudah disahkan awal tahun ini, pemerintah pun harus membuat sejumlah aturan pendukung, yang diselesaikan dalam waktu dekat. Dalam sejumlah proyek MP3EI yang sebenarnya sudah diminati investor, ironi pun terjadi. Meski telah didukung UU yang terbit beberapa tahun sebelumnya, di lapangan tak banyak membantu. Banyak investor yang akhirnya mundur setelah bertahun-tahun mengurus berbagai perizinan yang rumit di daerah, dengan status tanah yang tak kunjung jelas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar