Rabu, 14 Maret 2012

Wajah Hukum Indonesia Saat Ini

Orang banyak beranggapan kemiskinan itu adalah sesuatu yang bersifat negatif, padahal bila kita melihat lebih dalam apa yang mengakibatkan kemiskinan terjadi? Mungkin kita tidak akan berpikir seperti yang telah kita pikirkan terlebih dahulu. Di indonesia mungkin sudah tidak asing lagi dengan kemiskinan.
Kemiskinan dapat terjadi karena faktor pendidikan yang mengakibatkan kita tidak memiliki pekerjaan yang layak. Dan ironinya adalah tidak semua orang mampu menunjang pendidikan mereka ketingkat yang lebih tinggi.Tapi semua itu tidak jauh-jauh dari faktor ekonomi, maka dari itu kita selaku generasi muda yang akan mengembangkan indonesia menjadi yang lebih baik harus lebih berusaha lagi untuk mencoba menghilangkan kemiskinan yang merajalela di negara yang kita cintai ini.
Dari beberapa faktor yang mengakibatkan kemiskinan ini ada beberapa alternatif misalnya menyediakan lapangan kerja, memberikan pembiayaan minim di tempat kursus-kursus, dan mungkin dapat dengan cara menyediakan beberapa lembaga yang mengumpulkan orang-orang untuk belajar tanpa melalui sekolah pada umumnya.
Dari uraian di atas sudah di pastikan bahwa faktor ekonomi adalah faktor terpenting bagi kehidupan masyarakat terutama dari kalangan bawah. Karena ekonomi adalah salah satu faktor yang dapat merubah kemiskinan maka kita harus berusaha memotivasi diri kita untuk mengeluarkan bakat dan prestasi diri yang nantinya akan menjadikan kehidupan masyarakat kalangan bawah hidup lebih terjamin lagi, sehingga mereka tidak lagi berada di jalanan menjadi gelandangan maupun pengemis.
Wajah Hukum Indonesia dikoyak kembali oleh pratik bodoh aparatur penegak hukum. Kali ini, setelah mencuatnya istilah "mafia hukum", ada istilah lain yang mewarnai pratek hukum kita yakni istilah "joki napi". Istilah ini sangat mempecundang wajah hukum Indonesia, karena biasanya istilah "joki" merunjuk pada orang yang menunggang kuda pacu, orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang ("joki ujian") atau orang yang memberi layanan kepada pengemudi kendaraan yang bukan angkutan umum untuk memenuhi ketentuan jumlah penumpang (tiga orang) ketika melewati kawasan tertentu ("joki three in one"). Hampir sama dengan kedua arti "joki" terakhir, istilah "joki napi" merujuk pada orang yang menggantikan seorang narapidana dalam tahanan dengan menerima imbalan. Ini motif baru dan tentunya sangat menghebohkan. 
Dan seperti kasus-kasus mafia hukum yang sudah terungkap, hampir dapat dipastikan selalu ada peran pengacara dalam kasus tersebut, entah sebagai konseptor maupun sebagai eksekutor-nya. Terkuaknya peran negatif profesi pengacara dalam kasus mafia hukum tentunya menciptakan pertanyaan bagi kita semua, sejauh mana etika profesi advokat dijalankan oleh para pengacara-pengacara tersebut, sudah terlalu miskin kah mereka sehingga mau-maunya menjalankan peran hina itu ? rasanya sudah saatnya organisasi advokat membumi untuk mengambil langkah penyelamatan citra profesi advokat di mata masyarakat Indonesia. Sayangnya, hingga kini, petinggi-petinggi organisasi advokat lebih memilih diam. Entah diam dalam arti tutup mata atas penyelewengan etika profesi yang dilakukan anggotanya atau sibuk sendiri dengan pencintraan dirinya sebagai advokat agung. Entahlah. 
Bagaimana dengan perilaku polisi, kejaksaan dan peradilan ? setali tiga uang. Membahas perilaku ketiga punggawa hukum tersebut sama halnya dengan membahas perilaku bodoh advokat sebagaimana telah diuraikan di atas. Uang dan uang masih tetap mewarnai pola pikir mereka. Meskipun pada masing-masing instansi tersebut pemerintah telah mengucurkan dana remunisasi bagi aparatur penegak hukum untuk meminimalisir praktek korupsi, rasanya korupsi tetap akan menjadi perilaku mereka. Tidak percaya ? mari kita lihat nanti ... 
Kembali pada persoalan wajah hukum, rasanya dalam perjalanan kedepan Tahun 2011 ini, wajah hukum Indonesia tidak akan banyak berubah. Dari masa ke masa, wajah hukum Indonesia akan tetap sama, tercoreng dan terkoyak oleh ulah bodoh aparatur penegak hukum itu sendiri. Dari masa ke masa pula, pada akhirnya hukum Indonesia tidak lebih hanyalah aturan-aturan tertulis untuk dilanggar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar